Debt Collector Brutal Serbu Pabrik Baja Di Jakbar, Karyawan Dibanting Tanpa Ampun!

Debt Collector Brutal – Ketenangan kawasan industri di Jakarta Barat mendadak berubah jadi arena kekacauan. Siang itu, suasana di sebuah pabrik baja yang biasanya di slot bonus new member 100 penuhi dentuman mesin berubah menjadi medan teror ketika sekelompok debt collector menyerbu tanpa ampun. Sekitar belasan pria bertubuh kekar turun dari mobil berpelat hitam, mengenakan pakaian kasual namun dengan sikap arogan. Mereka langsung mengacak-acak area pabrik sambil berteriak kasar, mengaku sebagai penagih utang dari sebuah lembaga pembiayaan.

Aksi mereka tidak hanya mengagetkan karyawan yang sedang bekerja, tetapi juga memicu kepanikan massal. Tidak sedikit yang langsung berlari menyelamatkan diri. Suara logam beradu dengan teriakan ketakutan menambah horor suasana. Di tengah kekacauan itu, satu per satu karyawan yang mencoba melawan atau sekadar bertanya di tindak secara brutal.

Karyawan Dibanting Tanpa Belas Kasihan Oleh Debt Collector Brutal

Kejadian paling mengerikan terekam kamera CCTV pabrik seorang karyawan muda, hanya bermaksud menghalangi salah satu debt collector yang menerobos masuk ke ruang produksi. Namun, tanpa peringatan, pria slot depo 10k tersebut langsung di banting ke lantai beton. Suaranya terdengar keras, tubuhnya langsung tak bergerak. Karyawan lain yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa menjerit sambil mundur ketakutan.

Salah satu saksi mata, yang enggan di sebutkan namanya, mengatakan, “Mereka seperti preman. Masuk seenaknya, ngamuk, dan mukulin orang. Kami kerja, bukan berantem!” Ia juga menyebut bahwa aksi kekerasan itu berlangsung sekitar 20 menit sebelum akhirnya pihak keamanan pabrik mencoba melerai meski jelas kewalahan menghadapi kelompok bertampang beringas tersebut.

Baca Berita Lainnya Juga Hanya Di buffalopestcontrol.org

Alasan Penagihan yang Tak Masuk Akal

Menurut informasi yang di himpun dari manajemen pabrik, aksi penyerbuan itu berkaitan dengan penagihan utang atas pembelian alat berat yang sebenarnya sudah melalui proses hukum. Namun, bukannya menempuh jalur resmi, pihak penagih utang malah menggunakan cara-cara intimidatif dan penuh kekerasan. Ironisnya, perusahaan tempat para debt collector ini bekerja di duga tidak memiliki izin resmi sebagai lembaga penagih piutang.

Dokumen yang di perlihatkan pihak manajemen pabrik menunjukkan bahwa proses mediasi dengan pihak pembiayaan sebenarnya sedang berlangsung. Namun entah kenapa, kelompok penagih utang ini justru memilih jalan kekerasan, membuktikan betapa hukum sering kali tak berarti di hadapan kelompok yang mengandalkan otot daripada otak.

Polisi Terlambat, Arogansi Sudah Merajalela

Pihak kepolisian di sebut baru tiba setelah kekacauan mereda. Padahal warga sekitar dan karyawan sudah berulang kali menghubungi nomor darurat. “Kalau polisi datang lebih cepat, mungkin tidak ada korban yang harus di bawa ke rumah sakit,” ujar salah satu pengurus pabrik dengan nada kesal. Bahkan setelah kedatangan petugas, hanya beberapa pelaku yang di amankan, sementara sisanya kabur begitu saja.

Kejadian ini menyulut amarah publik, terutama para pekerja industri yang selama ini merasa tak mendapatkan perlindungan memadai dari tindakan premanisme berkedok debt collector. Apakah perusahaan sebesar ini pun bisa di serbu sesuka hati? Lantas bagaimana nasib perusahaan kecil yang lebih rentan?

Ketakutan Menyelimuti Karyawan dan Warga

Pasca kejadian, suasana di pabrik baja itu berubah drastis. Banyak karyawan yang merasa trauma dan enggan kembali bekerja. Beberapa bahkan dikabarkan mengajukan cuti atau pindah kerja karena tidak ingin menjadi korban berikutnya. Warga sekitar pabrik pun merasa resah. Mereka khawatir jika hal serupa terjadi lagi, apalagi jika para pelaku dibiarkan bebas berkeliaran tanpa hukuman yang tegas.

Rasa takut kini lebih mendominasi daripada rasa aman, dan semua itu bermula dari arogansi sekelompok debt collector yang menjadikan pabrik sebagai medan kekuasaan mereka. Aksi brutal ini menjadi cermin betapa lemahnya penegakan hukum ketika kekerasan dibiarkan tanpa kontrol.